Advetorial: Wasit, Pemimpin Yang Tertindas

Saturday, October 20, 2012

Ilustrasi (@FootballFandom1)
Ketika mendengar kata "Wasit", akan banyak hal yang terbayang dipikiran kita, salah satunya adalah seorang pengadil dipertandingan sepakbola yang di Indonesia kerap menjadi kambing hitam ketika pertandingan berakhir. Bahkan tak jarang menjadi sasaran amukan pemain, official tim, hingga supporter. Tidak hanya di Indonesia, namun juga di luar negeri juga kerap terjadi.

Jumat, (19/10), sebuah komunitas fans sepakbola yang menamakan diri Football Fandom menggelar diskusi di sebuah Cafe di Kota Yogyakarta. Tema yang dibahas adalah mengenai "Wasit" dan menghadirkan narasumber seorang mantan wasit nasional yang bernama Sumarwoko dan akrab disapa dengan sapaan Mbah Woko.

Awal diskusi, Mbah Woko bercerita panjang mengenai perjuangannya hingga kini bisa menjadi wasit C1 nasional PSSI. Ia menyebutkan jika menjadi wasit adalah cita-citanya sejak kecil, bahkan sejak tahun 1985, saat ia masih SMP ia telah mempunyai setifikat wasit C3 (tingkat kabupaten). Dua tahun berselang ia berhasil meraih sertifikat wasit C2 (tingkat provinsi). Hingga pada tahun 1997, ia berhasil meraih sertifikat wasit C1 (tingkat nasional) setelah dua kali "gagal" karena permainan kotor oknum pengurus wasit PSSI dan tidak lulus seleksi administrasi.

"Kalau tidak ada permainan kotor, saya yakin lolos ujian wasit C1 pada waktu itu," ujar Mbah Woko, (19/10).

Menurut pria asli Jogja ini, ada beberapa hal yang diperlukan seseorang jika hendak menjadi wasit. Yang pertama adalah Fisik. Seorang wasit harus mampu berlari minimal 2,6 kilometer tanpa henti. Yang kedua adalah Peraturan, yakni seorang wasit hendaklah paham terhadap peraturan pertandingan, sehingga tidak menimbulkan kesalahan yang bisa berakibat fatal, diantaranya amukan massa. Yang ketiga adalah, Psikologi ata mental. Tanpa psikologi yang bagus, seorang wasit akan "hancur" di lapangan dan fisik dan pemahaman peraturan yang bagus akan percuma tanpa ditunjang mental.

Ketika disinggung mengenai seringnya sasaran amukan pemain maupun supporter, Mbah Woko menyebutkan hal tersebut karena kurangnya pemahaman peraturan oleh pemain dan supporter. Dua hal yang kerap menjadi kontroversi yakni, hands ball dan offside. Hands ball terjadi ketika tangan mengenai bola dengan sengaja (aktif) dalam jarak minimal 2 meter. Sedangkan offside adalah ketika bola dimainkan, pemain yang melakukan penyerangan berdiri paling dekat dengan dua orang pemain terakhir pemain bertahan lawannya.

"Penonton tugasnya hanya menyaksikan. Kalo tidak suka ya jangan ditonton. Pemain juga kadang tidak mengerti peraturan. Semuanya mau menang," ujar Mbah Woko, (19/10).

Pria yang mengaku mencintai sepakbola dan permainan cantik ini bersyukur melalui profesinya sebagai wasit ia bisa hidup berkecukupan melalui honor yang ia terima. Ia juga mengaku tidak pernah menerima suap. Menurutnya wasit yang diketahui menerima suap akan disanksi tidak boleh memipin pertandingan seumur hidup.

"Suap adalah uang yang diterima diawal dengan deal tertentu. Kalau uang yang diterima dibelakang adalah bonus," ujar Mbah Woko, disambut tawa peserta diskusi, (20/10).
 

© 2014 INFO SRIWIJAYA FC - All Rights Reserved | Supported by : Blogger | Presented by : Info Sriwijaya FC | Desain by : Andrean Wahyu Effendy