Singa - Beladas (Alex Putra) |
Namun lambat laun karena sering terjadi perpecahan, S-Man menghilang dari dunia supporter Sriwijaya FC dan tersisalah Singa Mania dan SMS. Hingga akhirnya muncullah Sriwijaya Mandiri Supporter (Simanis) yang merupakan perpecahan dari Singa Mania. Saat ini SMS dipimpin oleh Eddy Ismail, Simanis dipimpin oleh Qusoy, dan Singa Mania dipimpin oleh Deddy Pranata.
Berawal dari banyaknya masyarakat yang menginginkan penyatuan kelompok suporter Sriwijaya FC menjadi satu, seperti Viking dan Bomber (Bobotoh Maung Bersatu) di Bandung yang menyatu dan membiru di stadion menjadi “BOBOTOH”, yang dalam bahasa Indonesia berarti “Keluarga Besar”, YSS (Yayasan Suporter Surabaya) yang membawahi ribuan Bonek, Jak Mania yang mengorens di Jakarta, Aremania yang membiru di Kota Malang, dan Pasoepati (Pasoekan Suporter Solo Sejati) yang memerah di Solo. Suatu keinginan yang sama dengan Sriwijaya Mania Sumsel, cita-cita yang sejak lama didambakan, bersatu, bernyanyi bersama, dan menguningkan Stadion Jakabaring saat mendukung tim kesayangan Sriwijaya FC berlaga. Layaknya suporter besar seperti Jak Mania, YSS, Aremania dan sebagainya.
Mendengar opini dari publik sepakbola Sumsel, manajemen Sriwijaya FC pada musim kompetisi ISL 2010/2011 membuat wacana penggabungan kelompok suporter Sriwijaya FC ke dalam suatu wadah yang awalnya diberi nama Gangster (Gabungan Suporter Sriwijaya). Dalam hal ini mantan Manajer Sriwijaya FC pada saat merebut Double Winners, yang juga Ketua Pengda PSSI Sumsel, H. MC. Bariyadi, sangat ingin sekali kelompok suporter Sriwijaya FC bersatu. Oleh karena itu beliau berembuk dengan para ketua kelompok Sriwijaya FC pada saat itu, Eddy Ismail dari Sriwijaya Mania Sumsel, Qusoy dari Sriwijaya Mandiri Suporter, dan Deddy Pranata dari Singa Mania mengenai penggabungan suporter Sriwijaya FC kedalam suatu wadah.
Dalam perjalanannya menuju penyatuan H. MC. Bariyadi setuju menggelontorkan dana segar sebesar 1 Miliar rupiah untuk menebus tender tiket yang saat itu dipegang oleh CV Yulimas. Maksud H. MC. Bariyadi, setelah tender tiket ditebus dan diambil alih, suporterlah yang mengelola tiket dan keuntungan dari tiket tersebut dibagi tiga untuk para kelompok suporter. H. MC. Bariyadi berharap para suporter bisa mandiri, sehingga tidak perlu meminta kemana-mana dana, seperti untuk tur, penyewaan sekretariat dan sebagainya.
Sebelum ditebus tender tiket tersebut, H. MC. Bariyadi menginginkan kelompok suporter mempunyai badan hukum, sehingga uang 1 Miliar yang ia gelontorkan ada yang bertanggung jawab jika uang tersebut “hilang”. Ketika H. MC. Bariyadi, Eddy Ismail (Ketum Sriwijaya Mania Sumsel), Qusoy (Ketum Simanis), Augie Bunyamin (Direktur Keuangan Sriwijaya FC) telah siap untuk membentuk badan hukum/yayasan kelompok suporter Sriwijaya FC ke notaris, beredar kabar dimedia massa jika salah satu kelompok suporter Sriwijaya FC menyatakan tidak jadi bergabung menjadi satu. Padahal sebelumnya dimedia massa ketiga pihak sudah deal untuk bersatu dan telah banyak usulan nama untuk Yayasan Suporter tersebut. Gagallah usaha dari H. MC. Bariyadi untuk menyatukan suporter Sriwijaya FC.
Kegagalan seperti yang dinyatakan di atas tidaklah membuat kelompok suporter Sriwijaya FC, S-Man Sumsel dan Simanis patah arang untuk bersatu.
Setelah melewati masa-masa sulit, akhirnya terbentuklah suatu wadah suporter Sriwijaya FC yang atas usul salah satu rekan media, diberi nama Beladas (Bela Armada Sriwijaya). Beladas juga merupakan bahasa daerah yang berarti bersenang-senang. Diharapkan, para suporter Sriwijaya FC dapat bersatu dan bersenang-senang dalam satu wadah kekeluargaan saat mendukung tim Sriwijaya FC.
Setelah S-Man Sumsel dan Simanis bergabung, diangkatlah Augie Bunyamin sebagai ketua harian dari Beladas. Dan akhirnya mau tidak mau S-Man Sumsel dan Simanis “ turun pangkat” menjadi Kordinator Wilayah dan para Korwil harus “turun pangkat” juga menjadi Sub Korwil.
Bergabungnya SMS dan Simanis menjadi Beladas ternyata tidak membuat perdamaian antar supporter semakin erat. Yang terjadi malah sering terjadi bentrokan berdarah antar supporter yang membuat penonton umum menjadi was-was untuk datang menonton langsung. Puncaknya pada putaran pertama ISL 2011/2012 sempat terjadi bentrokan berdarah yang berakibat korban jiwa dari supporter yang berseteru.
Dari sinilah kisah kelam berakhir, gerah wilayahnya sering terjadi bentrokan Kapolresta Palembang, Kombes (Pol) Sabaruddin Ginting mempertemukan ketiga petinggi supporter Sriwijaya FC (Singa Mania, SMS, dan Simanis) untuk mendamaikan supporter Sriwijaya FC. Kapolresta Palembang juga memberikan peringatan keras dan ancaman akan mencabut izin bertanding Sriwijaya FC di Palembang.
Puncaknya perdamaian yang selama ini diimpikan oleh supporter Sriwijaya FC terjadi pada tanggal 17 Maret 2012 saat Sriwijaya FC bertanding melawan Persiram Raja Ampat dipertandingan terakhir Sriwijaya FC diputaran pertama ISL 2011/2012. Diawali dengan kelilingnya para petinggi supporter Sriwijaya FC untuk memberikan salam perdamaian, kemudian dirigen Beladas, Qusoy yang naik ke tribun utara Singa Mania untuk memberikan salam perdamaian. Hingga akhirnya saat usai pertandingan ribuan Singa Mania berhamburan ke tribun timur untuk memberikan salam perdamaian kepada Beladas dan saling bersahutan menyanyikan yel-yel perdamaian. Begitu mengharukan ketika pertikaian yang selama ini begitu kental berubah menjadi pekik perdamaian.
Kuning hijau sama saja..
Sama-sama dukung... Dukung Sriwijaya...
Disini Beladas.. di sana Singa..
Dimana-mana kita sodara..
Disini Singa.. disana Beladas..
Dimana-mana kita sodara..