InfoSriwijayaFC - Berbicara sepakbola dan politik memang tidak ada habisnya. Sepakbola dan politik merupakan dua hal yang berbeda namun sulit untuk dilepaskan. Sepakbola merupakan suatu permainan paling populer di bumi. Tidak mengenal suku bangsa, warna kulit, agama, kaya miskin, tingkat pendidikan maupun jabatan, sepakbola telah mewabah ke penjuru dunia.
Politik sendiri jika diartikan dalam bahasa awam merupakan suatu strategi untuk mencapai tujuan tertentu. Dapat dipastikan jika semua orang di dunia ini melakukan politik dalam kehidupannya. Contoh jika manusia melakukan politik diantaranya adalah ketika manusia ingin mencari simpati dari lawan jenisnya. Banyak hal yang dilakukan untuk mencapai tujuan tersebut dan cara itulah yang disebut politik.
Di Indonesia politik selalu diidentikan dan memang identik dengan partai politik, pilkada, ataupun cara kotor. Padahal tidak sepenuhnya benar persepsi yang terbentuk dalam masyarakat. Kembali kepada sepakbola dan politik, jika politik adalah suatu cara, maka sepakbola adalah salah satu caranya. Sepakbola yang banyak disukai oleh banyak orang tentu menjadi hal yang seksi untuk dapat mencari massa untuk mencapai tujuan yang diinginkan, dalam hal ini adalah kekuasaan.
Di belahan dunia banyak contoh yang bisa lihat bagaimana politik dan sepakbola terkait. Pada Piala Dunia tahun 1934 dan 1938 bagaimana Benito Mussolini menjadikan sepakbola sebagai tunggangan politiknya. Hasilnya adalah Italia merengkuh Piala Dunia 1938 setelah menaklukkan Hunggaria. Kisah menariknya adalah ketika pada istirahat babak pertama Mussolini mengirimkan pesan yang berisi "Menang atau Mati" untuk pemain Italia. Hal tersebut membuat pemain Italia bermain kesetanan pada babak kedua dan berhasil menang 4-2.
Demikian juga dengan Silvio Berlusconi yang menggunakan klub miliknya AC Milan untuk mengkampanyekan dirinya sebagai Perdana Menteri. Hasilnya pada dekade 1980an AC Mila begitu digdaya di daratan Eropa dengan pemain bintangnya macam Marco Van Basten, Frank Rijkaard, Ruud Gulit.
Pada tahun 1938 Jenderal Franco di Spanyol yang beberapa kali mengintervensi pertandingan Real Madrid vs Barcelona untuk kepentingan politiknya. Bahkan akibatnya sampai menyebabkan jatuhnya korban jiwa. Jenderal Franco sendiri memiliki hubungan emosional yang erat dengan Madrid. Franco merupakan pendukung fanatik Real Madrid.
Socrates, salah satu legenda Tim Nasional Brasil pada era 1980an sebelum meninggal dunia pada tahun 2011 pernah mengungkapkan jika politik adalah alat untuk menyampaikan pesan. Dalam hal ini Socrates menggunakan politik sebagai penyampai pesan demokrasi dan kemanusiaan. Hal tersebut tidak terlepas begitu banyaknya manusia yang menyukai sepakbola.
Sepakbola dapat menyampaikan pesan politik untuk mempengaruhi orang banyaknya, seperti halnya sepakbola untuk menyampaikan pesan kemanusiaan dari Palestina yang pernah dilakukan oleh Frederic Kanoute melalui selebrasi golnya ketika berkostum Sevilla.
Seperti halnya pisau yang tajam, politik dapat menjadi hal yang baik jika digunakan untuk tujuan yang baik pula. Namun bisa menjadi senjata pembunuh yang bisa membahayakan diri sendiri dan orang banyak jika digunakan dengan cara yang salah.