Lepas Dari Mulut Macan Masuk Mulut Harimau

Wednesday, February 15, 2012

Logo PSSI (Internet)
Saat kepengurusan Persatuan Sepakbola Seluruh Indonesia (PSSI) masih berada di bawah kendali seorang yang bernama Nurdin Halid, banyak kontroversi yang terjadi. Mulai dilibatkannya sepakbola nasional kedalam kepentingan politik golongan tertentu, dugaan kasus KKN ditubuh PSSI, hingga prestasi sepakbola Indonesia yang sangat memperihatinkan, bahkan untuk pesta olahraga sekelas Sea Games, tim sepakbola Indonesia terakhir menjadi juara pada tahun 1991 yang diadakan di Manila, Filiphina. Saat itu tim sepakbola Indonesia berhasil mengalahkan tim sepakbola Thailand melalui drama adu penalti dengan skor 4-3. Bahkan Nurdin pernah memimpin PSSI dari balik jeruji besi karena terlibat kasus kriminal. Suatu sejarah kelam bagi sepakbola Indonesia.

Banyak yang berteriak agar Nurdin turun, namun Nurdin tetap saja tidak ambil pusing dengan teriakan orang. Hingga akhirnya seorang pengusaha minyak, Arifin Panigoro membentuk sebuah liga yang mereka beri nama Liga Primer Indonesia, maksudnya untuk membuat tandingan Indonesia Super League (ISL) dan salah satu jalan untuk menurunkan Nurdin dari kursi PSSI. Bahkan LPI yang digagas oleh Arifin disebut sebagai liga profesional dan didukung oleh Menteri Pemudan dan Olahraga, Andi Malarangeng. Salah satu yang mereka tonjolkan adalah tim sepakbola tanpa APBD, yang menurut kabar uang dari "Konsorsium", entah siapa "konsorsium" yang mau menggelontorkan dana ratusan miliar untuk liga yang "katanya" profesional" padahal faktanya jauh dari kata profesional. Orang awam yang tidak mengerti bola saja tahu permainan tim LPI jauh dibawah ISL, stadion tim LPI juga tidak memenuhi aspek verifikasi AFC. Entahlah dari segi mana profesionalnya.

Hingga akhirnya masa kepemimpinan Nurdin akan berakhir, diadakanlah kongres PSSI. Nurdin tetap saja "cuek", Nurdin tetap maju dalam kepemilihan tanpa mendengarkan suara orang lain. Ternyata yang diprediksi banyak orang benar, Arifin Panigoro, penggagas LPI maju juga mencalonkan diri untuk menjadi PSSI 1, selain itu maju juga George Toisutta, salah satu perwira TNI aktif. Namun akhirnya setelah bebrapa kali kongres gagal, akhirnya FIFA melarang Nurdin Halid, Arifin Panigoro, George Toisutta untuk mencalonkan diri menjadi ketua umum PSSI. Selain itu FIFA juga membentuk Komite Normalisasi yang diketuai Agum Gumelar untuk menjadi pengurus sementara PSSI. Hingga akhirnya FIFA memberikan Deadline kepada Komite Normalisasi PSSI untuk menyelesaikan masalah ditub PSSI, kongres PSSI di Solo menjadi akhir dari perjalanan panjang "pencarian" PSSI. Akhirnya terpilihlah Djohar Arifin Husain yang didukung penuh oleh Kelompok 78, pendukung Arifin-George, Kelompok 78 mendukung Djohar karena jagoan mereka tidak diperbolehkan maju.

Banyak harapan masyarakat kepada Djohar Arifin, apalagi Djohar sendiri merupakan orang yang telah lama berkecimpung di dunia sepakbola nasional. Namun apa lacur, harapan tinggallah harapan, lepas dari cengkraman Nurdin kini PSSI berada dicengkraman Djohar dkk. Berbagai kontroversi muncul, mulai dari penghapusan hukuman terhadap klub yang berlaga di LPI (PSM, Persibo, Persema, Persebaya), padahal untuk penghapusan hukuman harus melalui persetujuan dari anggota kongres. Kalaupun dihapuskan hukuman, keempat klub tersebut harus memulai dari kompetisi level bawah, bukannya langsung kembali ke "habitatnya", bahkan Persebaya mendapat "bonus" promosi gratis dari PSSI karena alasan banyaknya suporter dan faktor sejarah. Sangat menyakitkan mungkin untuk klub-klub yang selama ini berjuang mati-matian untuk menuju ISL.

Tidak berhenti sampai disitu, kontroversi terus berlanjut, kompetisi yang jelas-jelas menurut statuta PSSI, Pasal 23 ayat (1) Statuta PSSI mengatur 108 peserta Kongres, terdiri dan 18 peserta klub Super Liga, 16 suara perwakilan dari 16 klub teratas Divisi Utama dan kebawahnya.

Padahal sebelumnya banyak orang berteriak agar Nurdin turun karena banyak statuta  PSSI yang ditabrak oleh Nurdin. Namun saat ini PSSI kepengurusan Djohar dengan jelas menabrak aturan. Sampai-sampai beberapa anggota Excecutive Comite (exco) PSSI memprotes tindakan PSSI dan mengancam akan mengadakan Kongres Luar Biasa. Peserta liga yang sebelumnya 18 klub menjadi "bengkak" 24 klub, 6 klub tambahan yaitu 3 tim eks LPI (Persema, Persibo, PSM) yang entah mendapat dari mana pengampunan hukuman, 2 tim Divisi Utama (PSMS dan Persebaya) yang mendapat hadiah promosi karena "katanya" faktor sejarah, suporter dan sponsor, dan satu tim yang musim lalu terdegradasi (Bontang FC), alasannya adalah Bontang FC sebagai tim degradasi terbaik. Sungguh hina apa yang dilakukan PSSI, pengurus PSSI tidak memikirkan perasaan tim-tim divisi utama yang mati-matian promosi, mungkin sungguh sakit perasaan tim divisi utama lainnya melihat Persebaya dan PSMS melenggang promosi tanpa perjuangan.

Dengan 24 klub peserta liga, maka secara matematis hitungannya setiap klub akan bertanding 46 kali home away, dalam satu tahun akan ada 48 minggu, belum dipotong pertandingan internasional dan bulan Ramadhan, maka setiap klub minimal bertanding 2 kali seminggu, belum perjalanan antar daerah yang melelahkan tentu akan sangat menguras fisik pemain. Tujuan utama digelarnya liga adalah untuk perekrutan pemain tim nasional, kalau pemainnya saja nanti kelelahan dan banyak cedera yang berakibat hancurnya fisik pemain bagaimana timnas akan berprestasi. Padahal para pecinta sepakbola tanah air sudah rindu akan prestasi timnas.

Sepertinya memang benar, rezim Djohar Arifin ingin "menghabisi" sisa rezim Nurdin Halid. Padahal tugas Djohar tinggal memperbaiki dan menambahi kekurangan saja, tetapi Djohar merombak total susunan yang ada disepakbola nasional. Setelah "melepaskan" hukuman klub eks LPI, merubah jumlah peserta kompetisi dan memberi bonus promosi gratis, kini Djohar dkk mengganti nama kompetisi menjadi Indonesia Primer League (LPI) dan merubah stasiun tv pemegang hak siar liga.

Orang awam pun akan mengerti jika,

Liga Primer Indonesia = Indonesia Primer League

Pemegang hak siar liga yang sebelumnya dipegang ANTV dan masih menyisakan kontrak 6 tahun lagi pun diganti dan diberikan kepada MNC Grup. Menurut pihak ANTV mereka sudah tiga kali mengirimkan surat kepada PSSI namun tidak pernah dibalas, pihak ANTV pun siap untuk merevisi kontrak jika PSSI menginginkan. Namun sepertinya PSS sudah gelap mata, dengan alasan kontrak yang lebih tinggi dan MNC Grup sanggup menyiarkan 400 lebih laga kompetisi. Suatu pelanggaran dalam etika bisnis. Padahal PSSI seharusnya menghormati ANTV dan memberikan kesempatan kepada pihak ANTV untuk melakukan pembicaraan, bagaimanapun ANTV masih memiliki kontrak 6 musim dengan PSSI.

Terakhir adalah masalah jadwal kompetisi yang sepertinya dibuat seenaknya saja tanpa memikirkan pemain dan klub peserta kompetisi. Pelatih Persib Bandung, Drago Mamic sampai mengatakan agar PSSI menunjukkan kepada publik cara mereka membuat jadwal. Sindiran dari Mamic kemungkinan karena jadwal kompetisi yang merugikan Persib, hingga akhirnya Persib menolak jadwal yang diberikan PSSI. Laen Persib, laen pula Persiba Bantul, dalam jadwal kompetisi yang dibuat PSSI, Persiba Bantul bertanding dua kali dalam sehari. Pihak Persisam Samarinda bahkan mengatakan PT Liga Prima adalah penyelenggara liga tarkam dan PSSI memberikan jadwal seperti jualan daging, karena jadwal yang diberikan harus ditawar dulu supaya berubah.

Hingga akhirnya kita tunggu saja apakah tanggal 15 Oktober 2011 liga akan bergulir, atau akan mundur lagi, atau liga akan berjalan namun apakah liga akan selesai sampai akhir. Apalagi beberapa kasus dualisme masih mendera klub, bahkan PSMS bisa dikatakan TIDAK LAYAK lolos kompetisi profesional belum punya persiapan apa-apa. Belum lagi jika benar ANTV menggugat PSSI maka akan semakin banyak masalah yang mendera PSSI.

Saya tidak bisa membayangkan melihat Nurdin Halid saat ini, bagaimanakah ekspressi beliau melihat "kerjaan" Djohar dkk. Sepertinya Djohar dan anak buahnya harus mengingat lagi FAKTA INTEGRITAS yang mereka buat.
 

© 2014 INFO SRIWIJAYA FC - All Rights Reserved | Supported by : Blogger | Presented by : Info Sriwijaya FC | Desain by : Andrean Wahyu Effendy